Jalan Pulang Untuk Rindu #Part 1
Medan, 11 September 2011
Tidak ada
alasan untuk meninggalkan Bandara saat itu, Aku berada diantara ratusan
Orang-orang yang lalu lalang siap bepergian keluar kota, sesekali ujung bola
mata mereka meliriku dan bertanya-tanya. jantungku berdebar-bedar menunggu
kamu, mungkin pertanyaan itu yang yang disimpan para treveler yang menungguku
memberi jawaban. dengan tas ransel kesayanganku,aku berdiri menunggumu ditengah
tengah orang berlalu lalang, seperti patung penyambut selamat datang yang terkadang
membuat jengkel orang yang sedang terburu-buru mengejar pesawat. pesanmu yang
kubaca kembali membuat wajahku tersenyum mengembang, kamu sudah diparkiran dan
janji kita untuk bertemu sebentar lagi akan tergenapi.
sesekali
kurapikan rambutku yang terlihat mulai agak berantakan, kugoreskan lipglos
warna pink pada bibirku yang mulai terlihat pecah-pecah tidak karuan,
agar..ya..minimal kamu melihatku lebih lama.
sore itu,
udara bandara polonia medan sangat terik, sembari melihat isi facebooku, aku
berharap kebosanan saat menunggumu bisa segera mereda. tiba-tiba, suara berat
itu menyapaku, suara yang aku kenal 3 tahun yang lalu..
"Daraaaa..."
ternyata
benar, Aryo yang kukenal 3 tahun yang lalu kini sudah ada dihadapanku, ia
sedikit berlari hanya untuk menghampiriku dan kini kita saling berhadapan, Dia menjabat tanganku dan tersenyum
malu-malu, sesekali memperbaiki kacamatanya. aku terkejut, setelah bertahun-tahun
aku tak melihatmy, akhirnya kita bisa bertatap muka. seperti yang kukatakan
sejak awal, rasa terkejutku dibarengi dengan suasana kedap suara yang hanya
bisa ditemukan dalam novel-novel cinta. dan, kalau seandainya dia tahu, kalau
seandainya dia memaklumi sikapku, aku merasakan apa yang terjadi dalam
novel-novel itu, semua kedap suara, hanya suaranya terdengar, hanya suaranya
yang mengalun pelan, aku tak tahu itu apa, terlalu dini jika kusebut itu Cinta?
Bandara
Polonia kala itu seperti memahami kita, aku dan dia duduk berdua, bersebelahan,
berbagi cerita dan kita bertatapan mata. aku mulai ragu, setiap memandang
matanya dan menelusup ke balik kacamatanya. ada perasaan rindu yang tersembunyi
disana, kecemasan yang tidak dapat kupahami ketika aku tau dia sudah punya
kekasih.
Aku menghela
nafas, rasa sakit itu mengeruak dan menganga lebih besar lagi. aku marah pada
diriku sendiri, amarah yang kutahan, kupendam selama bertahun-tahun. dia
bercerita tentang kekasihnya di facebook. aku menelan ludah, menghela nafas
pasrah, berharap ini semua hanya permainan yang akan segera berakhir.
“Kamu Sehatkan
Racil?” tanya aryo sembari mengacak acak rambutku
Hanya itu
kata yang pertama kali keluar dari bibir laki-laki yang aku kagumi, aku
tersenyum tipis sembari merapikan rambutku sesekali agar tak terlihat rona
pipiku yang mulai memerah, ternyata dia masih mengingat nama panggilan nakalku
dikelas,terkadang teman-teman dikampus memanggilku dengan nama yang aneh ada
racil, ralet, julukan yang diberikan teman kelas untuk gadis yang hampir setiap
hari telat masuk pelajaran..
“ Aku sehat
yo, kamu apa kabar?”
“aku ..mmmm
sehat ra, tapi kurang baik”
“lah kamu
kenapa?” tanyaku mulai sedikit khawatir, sembari ku pengang tangannya yang
memang agak hangat
“kamu gak ada
disini, aku kurang baik” ucapnya sembari tersenyum manis
Jantungku
mulai berdetup tak berirama seperti waktu pertama kali melihat lelaki berkaca
mata ini, entah apa yang harus aku jawab, seperti biasa, mulutku terkunci rapat
untuk mengatakan hal yang menurutku akan memalukan diri sendiri, aku terdiam
sesaat
“.ehem..
pesawatku sebentar lagi take off yo, makasih ya udah mau jumpa” Jawabku menghilangkan
kebekuan diantara kami
“ Kamu
hati-hati ya ra, ini oleh-oleh dari aku, kasih kabar kalau sudah sampai di
Jakarta,aku khawatir”
Aku tersipu
malu mendengar perkataanya, kenapa dia menghawatirkan keadaanku, ah mungkin
karena kita teman lama dan ini perjumpaan kita kembali,. Aku terlalu kepedean. sore
itu, saat aku pamit meninggalkan dia dan kembali kerutinitasku dijakarta, aku
hanya sedikit memberi senyuman dan menepuk bahunya yang jenjang. aku berdoa
dalam hati agar bisa bertemu kembali. akan tetapi ketika kutelusuri lagi
matamu, kuselami lagi dunia dalam jelaga matamu, rasanya aku tak ingin semua
ini berakhir. rasanya aku tak mau pergi. rasanya aku ingin memilikinya
seutuhnya. walaupun pada akhirnya aku harus berjarak ribuan kilometer
dengannya.
Panggilan Darurat
Tooott...Tooottt...Tooott...Tooot...
bunyi suara jam wekerku terdengar mulai kesal setelah 30 menit tak
tergubriskan..akhirnya ia menyerah kepada manusia yang tak ada lagi yang
memandangnya sebagai barang penting.. haha..sesekali aku kuletkan tubuhku
kesamping kiri sembari meneruskan mimpi bertemu pangeran kuda di langit. namun
sepertinya ada yang maraaah...
"Daraaa
bangun..anak gadis bangunnya siang mulu, nanti gak ada pacar yang mau deketin
loh" sembari menyipretkan air kemukaku beberapa kali, ah.. akhirnya aku
mengalah pada mamaku atas doa "tak ada pacar yang mau" ampuhnya itu
dan aku harus bangun..inilah hari dimana aku mulai harus kuliah
Oooaaaahh..iya
maaahh..teriakku sembari menguap
Hai Felas,
... Kenalkan namaku Dahlia Saraswati Ayuningtias Sumardja.. terlalu panjang
.Oke..Biar gampang mamaku memanggilku dengan nama Dara, dulu saat bayi mama
memanggilku ayu, katanya biar terlihat anggun, tapi saat masa masa lagi
imut-imutnya, ternyata nama ayu kurang cocok untuk pribadiku yang urakan,
sering berantem dan yaah.. sukses membuat anak orang nangis menjerit pulang
kekandangnya.. dan mama akhirnya nyerah.. terinspirasi dari burung yang katanya
terbang gak karuan, mama memanggilku.. Dara
Dari luar
adik perempuanku memanggil namaku “Mbaaa Iraa, ada telpon...”
“dari siapa ”
teriakku sembari mengucek mataku yang masih setengah dialam mimpi, aku
mendekati adekku kesha.. “Temen SMA mba yang dijakarta”...
Ah..palingan
Si Haqqi ini, cowok yang jadi ratu galau di kelas dulu.. dengan logat pantura
sengaja aku menjawab telpoa...” haloo, panjenengan sinten niki,kawulo dahlia
saras 008?”...
Ada beberapa
detik kosong sampai terdengan jawaban dari ujung telpon “hahahah..Ra, Alya ini,
emang lo kira siapa? Putri keraton Jogjakarta sengaja nelpon lo pagi-pagi dan
mau jodohin lo sama adeknya gitu?”
mendengar
suara Alya, mataku langsung berbinar. Alya adalah sahabatku sejak pertama kali
aku merantau kejakarta untuk sekolah di boarding shool.dialah orang yang paling
menungguku selesai berkemas supaya bisa langung balik lagi kejakarta. alya juga
orang yang paling repot sedunia, persis panitia korban idul adha dikampung.
"jadi
kapan lo mau kesini, kamar kos lu keburu gue tawar keorang lain nih"..
suara alya melengking kontras menggantikan suata meriam perang.
"Emang
kapan sih masuk bu alya? masih kangen rumah niih..."
“hah? orang
lain tuh sudah berabad-abad yang lalu sadar kalo besook hari pertama kuliah,
tahu!
"itu
jelas gak mungkin, orang-orang baru masuk kuliah saat Sukarno menyatakan
indonesia merdeka !!"
" Hah
Besok...yang bener al? “
"Sejuta
Rius..buruan lu kejakarta, lu kerumah gue dulu aja mumpang mandi dan makan,
nggak usah bawa buku-buku lagi buku lu udah numpuk dirumah gue, lu bawa baju 5
butir aja tu baju di asrama akhirnya sukses dibuang kerumah gue..naik kereta
api aja..besok pagi gue gak mau tau pokoknya lu udah sampai diteras rumah gue.
fahmi udah gue suruh jemput disenen jam 5 subuh.
"Al, lu
tuh lebih cerewet dari nyokap, bokap dan adek gua dijadiin satu..serius..tapi
oke gue siap -siap sekarang sore gue berangkaaattt...."
" Daasar
anak gila..."
“Gimana sih
gue..payah banget”
Alya
tiba-tiba ketawa sendiri “lu kok jadi marah sendiri sih..udah ah”
saat
pembicaraan selesai, aku terkikik-kikik sendiri, sahabatku yang satu itu memang
luar biasa.dari pertama kali merantau kejakarta memang selalu beritu, orang
bilang, alya seperti mengasuh adik, padahal kita seumuran.
Alya yang
dari keluarga besar adalah sahabat karibku yang saling melengkapi sejak pertama
kali masuk asrama. ayahnya bekerja diluar kota membuat rumahnya menjadi tempat
basecameku kabur dari asrama saat sedang pengin keluar dari aturan-aturan ketat
asrama.
Si tuan berkaca mata
Aku membuka
mataku dan sesekali menghela nafas tipis, kebiasaanku bangun tidak tepat waktu
terbawa sampai aku beranjak masuk universitas. Udara pagi yang tak begitu
dingin sedingin kamarku disolo memaksaku segera membuka selimut agar beranjak
dari tempat tidur. Namun, masih ada rasa malas yang harus aku lawan..apa lagi
hari ini hari penting yang akan terjadi. Kami, aku dan teman-teman akan masuk
dunia perkampusan, perploncoan akan dimulai. Hari ini, 11 September 2008, kami
akan berjuang mati-matian menuntaskan ospek. Senyumku mengembang mantap.
Pagi ini,
alya sudah ada didepan kos menungguku di angkot D-03, aku menghampirinya dengan
mantap.
“gimana al,
udah siap blom?topi gua udah bener belum ya? Cuma pake rumbai-rumbai ala india
aja kan..”
“gila gua deg
degan, semalem nyokap buatin topi tapi gak lancip? Ngeri gua kalo kena setrap,
baru juga masuk”
“si ami mana,
jangan jangan si butut mogok lagi, coba lu telpon al !”
“ogah ah ..lu
aja, pulsa gua lagi cekak”
“iyaaa...ini
gua lagi dijalan “ kata fahmi di ujung telpon buru-buru
“belum juga
gua tanya lu dimana, udah jawab dulu.. oke seperti yang kita rundingkan semalem
prinsipnya lu,gua, alya harus saling bantu kalo diapa-apain sama senior ya,
jangan sampai kita jadi orang paling tertindas pertama diospek ini okey..”
“Mending lo
jangan ngomong di telpon doang deh, kita buktikan nanti di lokasi okey ..”
fahmi menutup sambungan telpon.
Sesampainya
di lokasi, terlihat banyak mahasiswa
baru yang berjejer didepan kampus dengan topi runcingnya yang berharap
mirip badut. Dan memang mirip. Aku dan alya belum melihat batang hidung fahmi
sejak dari tadi, ah mungkin dia ada diujung lain, pikirku. Dan tak lama
kemudian segera kudapati sosok temanku yang aku telpon tadi. Dia sedang berada
didekat taman sembari menggigit kukunya dan memperhatikan ratusan mahasiswa
baru melengkapi perlengkapan yang dibutuhkan ospek.
Aku mencolek
bahunya “takut .bro...?”
Dia menoleh
“mereka gak bawa pemuluk kan”
“kita bawa
nyali, tenang aja” aku menepuk bahunya dan tersenyum lembut. Aku senang
menularkan semangatku padanya “yukk
sudah disuruh kumpul”.
“Selamat
Pagi....” Teriak kakak senior kami..
“Selamat Pagi
kak...”
“Oke.. ini
merupakan hari pertama kita ospek di kampus kalian yang baru.. kakak kelas
kalian tidak akan menggunakan kekerasan, ospek merupakan ajang perkenalan
kampus bukan kekerasan, jika ada salah satu senior kalian yang memukul laporkan
pada kami dan selamat datang di Surya University. Bla,,..bla..bla..” demikian
penjelasan dari ketua ospek kita, rasanya lega minta ampun, ternyata
universitas kita tidak menerapkan sistem ospek seperti yang di tipi-tipi
terjadi.. alhamdulilah..
Seorang
mahasiswa yang juga menggunakan jaket yang sama denganku berteriak lantang dan
tegas. Dia berorasi didepan. Teman-teman yang lain ikut turut berteriak lantang
dan menyambut dengan yel-yel grupnya sambil mengepalkan tangan.. lama aku memperhatikan
laki-laki itu, dibarisan terdepan aku memandangnya dengan penuh harap dan
tanya. dia menyebarkan semangat dengan penuh lantang, kepalan tangannya begitu
mantap seakan dia sedang menggenggam masa depan.
Kuperlihatkan
bahwa dia sesekali menyentuh hidungnya dengan jempol tangannya setiap beberapa
menit. Rupanya dia sedang grogi, aku bisa melihat hal itu meskipun dia berada
jauh didepan. Diam-diam aku senang bahwa dia pun punya perasaan canggung saat
berbicara didepan.
Suasana
begitu riuh. Banyak mahasiswa yang ikut mengikuti yel-yel tersebut. Namun, aku
hanya memperhatikan dia yang belum kuketahui namanya. Dari kejauhan sesekali
dia menatap kearahku dan kurasakan detak jantung yang tak biasa. Tak terasa
tanganku seperti ada yang menarik, yang setelah aku sadari itu adalah tangan
alya menyuruhku mundur beberapa langkah. Mungkin aku berdiri terlalu maju agar
bisa melihat laki-laki yang membuat hari pertama kuliahku sedikit berwarna
merah jambu. Dalam diamku bertanya, siapakah si tuan berkaca mata itu?..
****
“dia anak
Sebrang” Jawab fahmi, meneliti wajahku yang tiba-tiba berubah “kenapa?”
Aku
menyeruput kopi yang sudah dingin perlahan “waktu orasi kemaren, beda aja
keliatannya”
“maksudnya..?”
“ya..dia
lantang, dan berkacamata..” jemariku sembari mengetuk ngetuk meja, aku mencari
kata-kata yang tepat agar tak menarik perhatian fahmi.
“jadi maksud
lu, gua berkaca mata dan gak selantang dia gitu?”
“Absolutely YESSSS” jawabanku membuat fahmi terlihat kesal tetapi memang ia dia
kurang lantang kok..buktinya sahabatnya aku dan alya, cewek urakan yang butuh
penasehat dan penyabar seperti fahmi.
“awas lu ya
!! kalo masih ada maunya aja lu mau baik-baikin gua”
“kagak, gua
bercanda mi, lu paling ganteng sejagad raya, kalo lu hidup di zaman kartarajasa
lu akan dapati mirip anak raja”
“sial ..
mulai lagi deh..”
“Lu tau
namanya?”
“hmmm..
denger-denger sih namanya Aryo, dari rombongan anak-anak aceh dan semua anak
aceh sementara satu jurusan sama kita”
“serius lu”
jawabku penasaran
“Yup”
Kembali
kuseruput kopi yang sudah tinggal ampasnya, aku mulai ada harapan, tatapi
sepertinya berat, karena tuan berkaca mata itu terlalu tertutup didepan wanita,
apalagi wanita sepertiku, urakan,berambut cepak, dengan jam tangan kodok yang
masih belum bisa kutinggalkan. Mungkin ini cinta atau ketertarikan sesaat. Aku
tak tahu. Aku hanya merasa menemukan sosok yang berbeda. Laki-laki yang seperti
ayahku, lantang, tegap dan tangannya suka mengepal.
Suara Petir
mulai menggelegar, cahayanya seolah –olah berkejaran dilangit kampus kami. Mendung
semakin pekat dan sebentar lagi pasti hujan. Benar saja. gerimis mulai turun
tipis-tipis, percakapanku dengan fahmi tak berlanjut dikarenakan dia harus
segera menjemput adeknya di SMA. Dari kejauhan laki-laki yang tak beberapa
menit lalu kami gosipkan berlari-lari kecil segera meneduh ketempat aku berdiri
sekarang. Dengan jaketnya yang mulai basah kuyup dia berdiri disampingku, kedinginan,
berdua.
Aku terdorong
untuk memecahkan kebekuan diantara kita
“hai..
orasimu kemaren bagus” tanyaku dengan muka merunduk malu
“ah biasa aja
kok,, namamu siapa” tanyanya dengan tatapan yang membuat hatiku bergetar hebat.
“Dahlia”Jawabku
dengan berusahan menutupi rasa canggung dalam nada bicaraku
“Namanya
bagus mirip penyanyi dangdut hehe, aku Aryo,
Jurusan Akuntansi, dari Aceh salam kenal ya?”
“Ah bisa aja
kamu” Aku tersenyum dan mengangguk, kali ini agak terpaksa, aku sudah tahu kamu
lebih dulu sebelum kita kenalan.
Rintitan
hujan sudah semakin deras, kami berdua hanya terdiam seribu bahasa memendam
pertanyaan yang tak sanggup terlontarkan diantara kami. Suara rintik-rintik
hujan hadir diantara kebisuan kami. Hanya ekor mata Aryo yang sesekali
menatapku dan ekor mataku yang tak sengaja mencuri tatapannya. Seandainya alya
tak datang, aku ingin kami terus begini..
“daraa... si
fuad yang katanya mau jemput gua telat lagi dia, terpaksa gua ujan-ujanan
gini..” alya menghampiriku dengan tergopoh-gopoh agar tak kehujanan.
“ngapain
nunggu fuad adek lu yang punya seribu janji, bisa bisa lu gak dijemput sampe planet
venus nabrak bumi, mending pulang bareng gua aja naik angkot keren kan banyak
yang liatin dijalan lagi mirip artis”..
Aryo tersenyum
tipis mendengar statementku
“yaudah kita
naik angkot bertiga saja” celetuk Aryo“Kalo mau"
“okey yaudah”
jawab alya sembari menatap wajah Aryo agak lama “eh tapi kayanya gua belum
kenal deh”
“Aryo, Anak
Akuntansi B”
“Alya”
Sembari menjabat tangan Aryo agak lama“wah
kita sekelas dong, oya ini kenalin sahabat gua Dara, alias Racil alias Radit “
“hmm...hai
racil” Aryomenyambut tanganku
“Lah
memangnya kalian dari tadi belum kenalan?” komentar
alya membuat aku melempem seperti kerupuk diinjak habis itu tersiram air,remuk
dan melempem, awalnya aku mau pakai nama dahlia agar terlihat manis didepannya.
Sementara didepanku Aryoseperti orang yang menangkap basah sesuatu,entah apa
yang ditangkap.
“Belum” kami
kompak menjawab, beberapa menit kemudian kami berpandangan dan tertawa.
“tadi gua
pake nama ningrat gua, pemberian Diajeng Suhartodiningrat. Dahlia.. wajar dong Aryo
bengong gitu” celetukku, alya dan Aryokembali bengong dan tertawa lagi. Mungkin
mereka akan menganggaku wanita dari zaman majapahit yang kesasar ke abad dua
puluh satu.
aku ikut
mengekeh, bangga. percaya diriku sudah kembali. seketika ada keakraban yang
juga mencairkan jarak dan waktu diantara kami bertiga. seolah kami telah
berkenalan jauh lebih lama dan bukan hanya perkenalan barusan.
tak beberapa
lama kemudian, hujan mulai berhenti sebuah mobil sedan tua tampak berusaha
menerjang hujan yang mulai tak ada rintikanya. fuad dengan sedan tuanya telah
terparkir indah dihadapan kami dan menunggu untuk segera kami naiki. Aryotak
mau ikut bersama kami karena mungkin arahnya berbeda. tapi perkenalan singkat
itu sangat membekas, ya..si tuan berkacamata itu telah membuat jantungku berdetak
tak terkendali beberapa menit. Ternyata aku menyukainya.lebih tepatnya aku
jatuh cinta padanya. Aku jatuh cinta padanya secara tiba-tiba.
Salah Berharap
Depok, 5
January 2009
tak terasa
sudah 7 bulan lebih aku merasakan menjadi mahasiswa di Perguruan tinggi swasta,
rasanya baru kamaren aku, alya dan fahmi mengikuti ospek dan pada kenyataanya
aku sudah melewati kegagalan pertamaku di mid semester. Beberapa nilaiku tak
begitu memuaskan, berbeda dengan alya dan fahmi yang terlihat mentereng
berjejer angka A untuk Akuntansi dan pelajaran Ekonomi lainya. Sedangkan aku
memiliki nilai terbesar diantara yang lain untuk Bahasa Inggris. Ya.. hanya itu
pelajaran yang paling aku suka. Sebenernya ada penyesalan juga mengambil
Jurusan Ekonomi, sedang cita-citaku sejak kecil ingin menjadi reporter sepak
bola. Yups ! dulu aku dan ayah paling suka melihat piala dunia, sampai
sekarang. dari hobby yang sangat tidak bisa dikatagorikan hobi itulah
cita-citaku masih menyala kuat. Sampai detik ini.
Dan
kegalauanku kemaren telah tergantikan dengan beberapa cerita pulang kampung ke
solo yang siap aku sebar luaskan ke khalayak kelas, wabil khusus si cewek
cerewet yang sejak SMA sudah menjadi ibu tiriku yang
kejam, alya dan si cowok yang manis lembut dan sering menjadi tong sampah
kekesalan dan kegalauan kami, fahmi alias Ami alias aminah.
Kami memang
memiliki panggilan khusus untuk manusia-manusia dari benua lain, terkadang
namaku menjadi radit, karena biasanya penampilanku menyerupai cowok tetapi
pecinta kelinci, gak klop banget sih tapi yasudah lah lupakan. Dan aminah yang
sukses melekat menjadi nama panggilan kesayangan kami sejak SMA untuk fahmi
dikarenakan dia seperti ibu bagi keheroikan kedua wanita kurang ajar yang
sering buang sampah kehidupan sembarangan.
Aku merogoh
kantongku dan mengambil kunci kecil yang terselip diantara saku-saku celanaku,
membuka sendiri gembok pagar tempat kosku. Deretan kamar dikoridor itu sudah
gelap dan ada beberapa tirai sudah tertutup. Baru saja tangaku mau mendarat ke
handel pintu kamar, tiba-tiba telponku berbunyi.. sontak mataku terbelalak, si
tuan berkaca mata,teman kelas alya, yang sudah aku kagumi sejak melihat
orasinya. Aryo menelponku..
“hallo racil,
sudah sampai jakarta?” sambut si
tuan berkaca mata diujung telpon
“Haloo Aryo akhirnya kamu nelpon aku, aku pengin
bilang kalo kaca matamu itu bagus dan kamu ganteng mirip ayahku berwibawa dan
aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu” ucapku dalam
hati “hallo yo, iya
nih baru aja gua mau buka pintu tiba-tiba lu nelpon, kebetulan banget ya,
mungkin kita jodoh” jawabku keceplosan, aduuh malu minta ampun.
Si tuan
berkaca mata diujung sana terdengan ketawa geli, entah ketawa karena merasa aku
terlalu dini mengungkapkan kata “kita berjodoh”atau terlalu bodoh untuk cewek
sepertiku menyebutkan kata “jodoh”, secara title cewek solo yang
kecowok-cowokan itu masih menjadi title yang tak dapat dihapus sampai detik
ini.
“ha ha ha, ada – ada aja kamu, enggak aku cuma tanya kabar
saja, besok masuk kuliah kan, sampai ketemu dikampus ya”
“kan kita gak
sekelas” ucapku mengalihkan pembicaraan yang terlalu sensitif
“tapi kan
tetangga kelas” timpalnya “ yasudah good night ya racil” dan akhirnya si tuan berkaca mata itu
resmi memutuskan percakapan malam kami..
Aahh..rasanya
kesenangan hati ini meletus seperti letusan gunung merapi beberapa tahun lalu..
aku mulai mengarang-ngarang seandainya aku dan dia ,,yaa... minimal menjadi
teman dekat dulu, aku dengan gaun pink cantik dan dia si tuan berkaca mata
dengan baju khas dia yang tak pernah berubah, kami makan malam berdua dengan
hanya dua lilin kecil didepan kami. Dan lilinnya tiba – tiba mati, gelap dan
..ahhh...Lagi-lagi aku mulai terhipnotis dengan karanganku sendiri, tapi dalam
hati, aku berbisik pada Tuhan semoga ini menjadi kenyataan, tetapi memang si
tuan berkaca mata telah mengubahku tentang statement cinta pada pandangan
pertama terkadang hanya tipuan sesaat. Toh sekarang buktinya, dia menelponku
secara tiba-tiba dan aku bahagia minta ampun, jempalitan gak karuan.
***
Bel berdering…
Ratusan mahasiswa
mulai berebutan keluar dari pintu neraka yang telah menyetrapnya selama 3 jam pelajaran. Aku merupakan orang pertama yang
kakinya keluar dari pintu itu di kelasku. Aku ingin segera menemui sahabatku
alya dan bercerita tentang kejadian semalam.
Diujung pintu
lainnya, terlihat sepatu wedges alya mulai nongol perlahan, aku berjingkrak
kecil berharap alya segera menemuiku sekarang. dari kejauhan kupanggil ibu
tiriku. Tapi diluar dugaanku, ternyata alya lari menemuiku sepertinya dia tak
sabar untuk mendengarkan cerita cinta pertamaku.
“Daraaa....”
“Alyaaaa....”
“Berpelukaaann..”
aku dan alya berpelukan erat dengan isi hati masing – masing. Ah bahagianya..
“Ra !! Tebak
apa yang baru saja terjadi !! barusan... yang mau gua ceritain ke lu ampe gua sesemangat
ini .. jangan teriak yaa.... ngak kuat niiihhh...apa tebak "
"lu
nyontek dan ketauan lagi sama pa adril !"
tanyaku melihat alya membongkok seperti menahan sesuatu.
"Bukan..gila.
Gua barusan .aduh seneng banget guaaa...." Alya terkikit sendiri.
"Apaan
sih al, penasaran nih.. kebiasaan lu didramatisir terlalu dalam"
"tadi, Aryo
ngajakin gua ketemuan, berdua. Terus nggak tahu gimana, pokoknya diawali dari
pertemuan kita diparkiran mobil pas lagi ujan-ujan itu, gua ke dia penginnya
sedeket ini.. pokoknya intinya dia ngajakin gua makaan bareng. ah dasar cowok
berkaca mata, susah banget ditebak, akhirnya ya ampuun gua kaya kena durian
jatuh.. seneng gilaa....
sementara
mulutku kekunci, jantungku terasa berdebar sangat kencang menunggu kelanjutkan
cerita alya.
"terus
habis ngajakin gua makan bareng, Aryo ngomong gini ke gua," jangan gak
dateng ya" ya iyalaahh.. lucu banget sih si Aryo, dia taulah gua tiap hari
sms pasti ya minimal gua ada rasa sama dia. dan dia akan tahu."
"Terus
al" desakku, mulai tak sabar
"ya..semoga
kita jadian" kata alya berseri-seri ... "Ta-daaaaa....gak jomblo lagi
gua!" alya sembari menari kecil.
aku merasa
sebagian dari diriku udah tak ada lagi disini. Hampa.
"Ra..lu
kok gak semangat banget sih keliatannya, kasih apa gitu kek ke gua" alya
bertanya heran melihat rautku yang masih dingin.
"
Concreat sayangkuu” Sembari aku memeluknya dengan mata berkaca-kaca
“terus, apa
lagi ceritanya?”
"ya
terus lu bayangin aja sendiri gua dan Aryo ketemu berdua dan gua masih belum
tau harus bilang apa"
aku tersenyum
terpaksa,” yaudah gua cabut duluan ya, kan lu mau ketemu dia, gua masih harus
nyari buku statistik lagi, have fun ya al" tanpa menunggu reaksi lebih
dari alya aku langsung berjalan menuju koridor kelas,
"ra..tapi
lu belum cerita".. tanya alya setengah teriak agar aku bisa dengar
"gak
papa al besok aja" aku tetap berjalan sembari melampaikan tanganku tanpa
melihat kearah alya, mataku mulai berkaca-kaca. bahkan untuk melangkah kearah
perpustakaanpun seperti tak berdaya lagi. dalam diam, aku berdiri mematung
dikoridor kelas, terlintas jelas dikepalaku malam hari saat pertama kali aku
datang ke jakarta lagi, saat si tuan berkaca mata itu secara tiba-tiba
menelponku, terdengar jelas dikupingku waktu itu, apa yang diucapkannya .aku
menggeleng, mungkin waktu itu aku salah menangkap, atau aku salah berharap.
terakhir
ingatanku begitu kuat berlabuh saat aku dan Aryo secara tak sengaja saling
melirik dari ekor mata kita. kami ingin berbicara lama, ada kata yang mungkin
belum sempat terlontarkan olehnya dan tentu olehku juga. si tuan berkaca mata
yang hampir setiap malam hadir dalam mimpiku kini semakin kabur. aku mengusap
mataku yang basah, sekali. dua kali dan beberapa kali aku usap. air mata ini
tak kunjung berhenti mengalir. mungkin aku sudah salah berharap.
***
Minggu pagi,
tak biasanya ami bangun sepagi ini kecuali kalo dia janji akan mengerjakan PR
dikampus. tapi, ini hari minggu apa yang mau dikerjain. ternyata ami sudah kadung janji sama alya, ada sesuatu mengganjal
yang ingin dia tanya.
tak lama alya
datang menghampiri, langsung menepuk bahu ami yang sedari tadi duduk di sisi
taman kota sembari berlari lari kecil.
" hebat
banget sih lu al, joging mulu tiap pagi, weekendpun masih lu jabanin"
komentar fahmi.
"masih
kurang kurus nih, tiga kilo lagi aja deh.."
fahmi
melongos
"dasar
cewek zaman sekarang, gua aja cowok pengin gendut, lu pada pengin kurus, mau
sekurus apa agi sih, tulang aja udah pada nongol, eh temen lu tuh kenapa
sih"
"maksud
lu - dara?"
" itu
yang mau gua tanya ke lu, sampai bantal guling gua marah demo minta dipeluk
makin lama, gua bela-belain bangun subuh gini” air muka fahmi berangsur serius
"dia kenapa sih al?"
"lah
kenapa emangnya?"
"lu kan
tiap hari ketemu dia, merasa ada yang aneh gak sih"
alya berpikir
keras,
"mmm..
dia memang jarang ikut kumpul kita makan siang sih akhir - akhir ini, dia sibuk
sama teman cupunya yang baru tuh, siapa namanya samdus, katanya sih ada proyek
perstastistikan dan sosial yang mau dia buat"
"selain
sicupu samdus, apa kira-kira ada faktor lain?”
“kayanya sih
gak ada, atau selain proyek sosial yang mau dia buat mungkin dia ada something
sama samdus, tapi gua gak pernah liat dia jatuh cinta sih jadi susah bedainnya,
dia cewek zaman majapahit mi, susah ditebak, kadang jadi burung beo, kadang
jadi kodok, dan terkadang jadi kerang mutiara, diam sejuta bahasa”
Namun,
ingatan fahmi kembali saat pertama kali kuliah, tentang si cowok berkaca mata
dengan orasinya yang membuat aku, si cewek zaman majapahit penasaran. Fahmi
yakin ia tak pernah salah. Terkadang halusinasinya selalu tepat.
***
Depok,
18 Oktober 2009
“jadi elu yang dipilih berangkat ke medan mi,
aaahhh senengnya, ternyata kita bukan sekumpulan makhluk aneh yang tersesat
dikampus ini.. dan elu yang sukses ngewakilin kampus kita tercinta dan akhirnya
lu kita nobatkan sebagai king of Surya University this year..tepuk tangan
semuanya” sorakanku hanya ditepuki alya
“prok prok
prok, iya mi.. akhirnya lu mengalahkan title kita dikampus sebagai “duta anti
nyontek” sontak aku dan alya berpandangan beberapa menit setelah akhirnya kita
bertiga tertawa terbahak.
“gila lu al,
mother of cheating, gua berhutang budi atas segala ajaran dan jurus mu kanjeng
ratu” timpalku sembari memegangi perut yang sudah sakit menahan tawa.
“bukannya lu
yang sangat profesional ra, contekan lu taro dibawah kertas soal, pas ditanya
sama bu indri lu Cuma cengengesan bilang itu surat cinta
buat ibu, parah gombalan lu,” kami kembali terbahak “ dan lu sukses jadi anak
haram bu indri !”
Sembari
tertawa fahmi mulai menenangkan suasana agar kembali serius, “okey guys, back
to besic, jadi gua besok ke medan, lu pada mau nitip angin atau nitip
oleh-oleh”
“ya oleh
–oleh lah “ jawab kami kompak
“yaudah mana
dokunya, jangan gratisan mulu dong” timpal fahmi sembari menodongkan tangan
agar kita mengeluarkan dompet.
“yaelah mi,
lu gua doain menang, kan dapet duit tuh, yaudah jangan pelit pelit amat lah,
infaklah sama kita-kita, kita menerima sumbangan apapun kok, termasuk meranthi
sama bika ambon julaikha, inget catet ya miranthi durian pancake sama bika
ambon, titik pake tanda seru dan gak pake koma.” Si alya mulai mengeluarkan
jurus tersaktinya dalam meminta traktiran.
“dan satu
lagi, gua nitip ini juga” sambung alya
“apaan tuh”
“surat buat Aryo”
“lah emang Aryo
sekarang medan al?” tanyaku sedikit kaget
“ia, dia mau
mengejar mimpinya menjadi dokter, dan memang dia juga gak terlalu suka
akuntansi, Cuma kalo jadi dokter dia kuliahnya lama banget ya, trus sampai
kapan gua harus nunggu dengan jarak sejauh ini” air muka alya terlihat tak
bersemangat. Aku yang sedari tadi masih terkejut dengan kepergian si tuan
berkaca mata itu belum bisa berkata apa – apa untuk membuat sahabatku
bersemangat kembali.
“kapan dia
pindah al?” tanyaku penasaran
“ ya setelah
liburan semester ini lah, dia udah diterima di USU, aku bangga juga sih, tapi
masih belum bisa percaya ra” jawab alya
Aku pun masih
belum bisa percaya, si tuan berkaca mata itu bahkan tidak mengabariku,
lah..emang aku ini siapa, pacar bukan. Tapi seyogyanya dia pernah menelponku
sekali, masih terdengar jelas suaranya, suara berat si tuan yang selalu ada
ditelingaku, suara si tuan yang selalu memberiku harapan, jika saja saat hujan
awal kuliah itu waktu bisa diperlambat, mungkin ada kata yang akan terucap
diantara kami.
“radit, kok
lu nglamun lagi sih..” tangan alya menyadarkan lamunanku.
“aduuh al,
sori gua keingetan proyek pembuatan bank sampah gua bareng asisten gua yang
baru si samdus, dia ahli dalam bidang tong sampah”
jawabku sekenanya agar tak terlihat aku terlalu lama melamunkan si tuan berkaca
mata “trus hubungan lu gimana?” tanyaku penasaran.
“ ya gua
jalanin aja dulu, kalaupun jodoh pasti dia akan kesini nemuin gua lagi”
“tapi lu udah
jadian kan sama si tuan berkaca mata eh maksud gua si Aryo yang pake kacamata
minus 3 itu kan?” tanyaku lagi semakin penasaran
“gua juga
masih bingung ra, sebenernya gua sama dia gimana” jawab alya, sembari menunduk
lesu
Aku hanya
bisa terdiam, rasanya sedih jika aku menjadi alya, perpisahan sementara itu
memang terkadang menyakitkan, tetapi mencintai dalam diam pun terasa jauh lebih
sakit. Seketika aku memeluk alya, berharap dia menjadi tenang dalam pelukanku
dan aku dapat melampiaskan rasa sakitku.
Sementara
fahmi yang sedari tadi hanya duduk sembari melihat percakapan dua manusia dari
planet berbeda itu mulai menyimpulkan halusinasinya yang sudah terbangun sejak
awal. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sesuatu yang tak dapat
diungkapkan kemuka, sesuatu yang hanya bisa disimpan dan tertutup rapi, di
hati.
Bersambung
Komentar
Posting Komentar